ULTAH 30 SLANK di GBK
Lantunan Indonesia Raya mengalun syahdu. Semangat nasionalis serentak
menggema di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Orang-orang
serentak berdiri. Mulut mereka merapal bait-bait lagu kebangsaan itu.
Beberapa nyala pemantik api menambah khidmat suasana. Haru perlahan menyeruak di dada.
Itu bukan momen kemenangan Indonesia dalam kompetisi olah raga. Tak ada
Sang Saka Merah Putih yang tengah berkibar gagah. Koor Indonesia Raya
malam itu, Jumat, 13 Desember 2013, hadir di tengah konser “30 Tahun
Slank Nggak Ada Matinya”.
Puluhan ribu Slankers memadati GBK.
Mereka datang dari berbagai penjuru wilayah Indonesia. Beberapa pejabat
pun hadir, seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Menteri Perdagangan
dan Industri Gita Wirjawan, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Roy
Suryo.
Mereka disatukan cinta. Kecintaan pada musik Indonesia dan
Slank, band rock legendaris yang telah membuktikan eksistensi diri
selama 30 tahun. Malam itu, konser akbar sukses digelar. Rinai hujan
sama sekali tak menjadi pengganggu.
Di tengah konser, doa
dipanjatkan. Kue ulang tahun pun dipotong. Setelah mencapai klimaks,
Slank menutupnya dengan dua lagu manis nan romantis. Terlalu Manis,
Pulau Biru, dan Kamu Harus Pulang. Dalam langkah gontai yang
meninggalkan GBK, tersirat kepuasan.
Konser itu adalah wujud
perayaan ulang tahun ke-30 Slank. Mereka berhasil membuktikan diri tetap
eksis, bergelimang karya dan prestasi. Tak hanya konser, Slank juga
akan meluncurkan film berjudul Slank Nggak Ada Matinya, 24 Desember
mendatang.
Perjalanan panjang mereka memang patut diabadikan.
Namun, selama 30 tahun ini ada hal-hal kecil tentang Slank yang mungkin
luput dari perhatian para penggemarnya. Dalam wawancara khusus dengan
VIVAlife, Senin, 16 Desember 2013 Slank tanpa sungkan membaginya.
Pentas paling berkesan
Slank takkan pernah melupakan sejarah yang mereka torehkan Jumat itu.
Untuk pertama kalinya, grup band asal Gang Potlot itu manggung di
Stadion Utama GBK, Jakarta. Bagi mereka, itu pencapaian mimpi yang
terindah.
Sudah lama mereka ingin pentas di tempat yang juga
menjadi panggung sejarah Metallica di Indonesia, 25 Agustus lalu. Tapi,
perizinan dan keamanan selalu menjadi kendala. Maka, saat akhirnya
kesempatan ada di depan mata, mereka tak menyia-nyiakannya.
“Mimpinya sudah bertahun-tahun. Pelaksanaannya seperti Sangkuriang.
Sebulan sebelum show, sponsor baru dapat,” cerita Bimbim. Tak heran,
konser kali itu menjadi menjadi momen paling berkesan bagi Slank.
Sebelum itu, kesan-kesan tak terlupakan selalu didapat Slank dari
kejadian unik saat manggung. Suatu kali, Kaka bercerita, lampu panggung
pernah salah sorot. “Yang lagi melodi Ridho tapi yang disorot Abdee,”
ujarnya.
Pernah juga ia terpeleset saat manggung di Hard Rock
Café, karena menggunakan efek dry ice. Itu mirip dengan cerita Ridho,
yang juga pernah terpeleset saat tampil di saluran televisi nasional.
“Ya dianggap gimmick saja,” Ridho melanjutkan.
Yang dialami
Ivanka, agak berbeda. Ia pernah menanggung malu saat tampil di Jepang.
Mendadak, kabel bass-nya lepas. “Lagi main, terus maju-maju. Eh kabelnya
copot,” ia bercerita sambil tertawa mengenang kejadian itu. Meski
begitu, aksi tetap dilanjutkan.
Ritual sebelum pentas
Tak
ada yang tahu apa yang dilakukan Bimbim, Kaka, Abdee, Ridho, dan Ivanka
sebelum naik ke atas pentas. Panggung hanya menampilkan satu sisi
mereka. Sebenarnya, masing-masing personel Slank punya ritual unik
sebelum manggung.
Usai berdoa bersama untuk kelancaran aksi,
Bimbim biasanya punya permintaan khusus. Cermin. Ia selalu harus melihat
pantulan diri di cermin sebelum tampil. “Jadi harus ada cermin di
belakang panggung. Untuk ngaca, meyakinkan diri sendiri,” katanya.
Persiapan Kaka, jauh lebih lama. Satu sampai dua jam sebelum manggung,
ia punya silent moment sendiri. Selama itu, ia tak bicara sepatah
katapun, pada siapapun. “Saya tidak terima telepon dan tidak bicara sama
siapa-siapa. Penting itu, ,” ia menuturkan. Sedang Ivanka, memilih
stretching.
Kebiasaan unik
Tak hanya sebelum beraksi di
atas panggung, sehari-harinya personel Slank juga punya kebiasaan unik.
Ivanka, misalnya, memegang teguh prinsip agama untuk salat tepat waktu.
Itu disebutkan Sang Vokalis, Kaka. Setiap azan berkumandang, Ivanka
langsung pamit berwudhu dan salat.
“Pokoknya on time. Kalau azannya pas lagi latihan, ya berhenti dulu untuk salat,” ujar Kaka.
Di luar itu, ada satu kebiasaan yang disepakati bersama. Slank paling
enggan diminta mengisi acara di pagi hari. Mereka lebih memanfaatkan
awal hari untuk beristirahat. Sebab, malamnya mereka latihan, makin
mengasah kemampuan masing-masing bermusik.
Kaka menjelaskan,
biasanya mereka berlatih sejak pukul dua siang sampai delapan malam.
Setelah itu, Slank tak langsung tidur. Mereka masih bercengkerama
menuangkan pemikiran masing-masing. “Soal apa saja. Mulai dari politik,
nature, sosial, sampai anatomi tubuh,” ia menyebutkan.
Tak
jarang, ide-ide kreatif untuk penciptaan lagu muncul dari situ. Diskusi
membawa inspirasi. Usai azan subuh berkumandang dan kewajiban salat
ditunaikan, barulah mereka bergelung di tempat tidur masing-masing.
Sosok idola
Dari pemuda Jakarta biasa, para personel Slank bertransformasi menjadi
idola. Tiga dekade bukan waktu yang singkat. Masing-masing mereka telah
berproses. Begitupula dengan Slank itu sendiri.
Kini Slankers,
sebutan bagi penggemar grup band beraliran rock n roll itu, jumlahnya
mencapai ratusan ribu. Setiap idolanya konser, mereka berhimpun di bawah
satu bendera Slank.
Namun, siapa sesungguhnya idola para
personel Slank? Jawabannya gamblang: Rolling Stone. Di awal kemunculan
Slank, Bimbim dan Kaka bahkan hanya mau membawakan lagu-lagu band asal
Inggris itu.
Saat ditanya dengan siapa mereka mimpi berkolaborasi
di atas panggung, jawabannya masih sama. “Kami ingin tour on fire
bersama Rolling Stone,” kata mereka tegas.
Bagaimana dengan sosok
wanita? Soal yang satu itu, masing-masing punya jawaban sendiri.
Bimbim, misalnya, dengan lantang langsung menjawab Tracy Chapman.
Penyanyi wanita asal Amerika itu menurutnya punya karakter yang unik.
Penampilannya yang mirip penyanyi reggae, menyita perhatian.
“Dia
jelek (secara fisik), tapi lagu dan liriknya bagus. Gue cinta dia
seutuhnya,” ucap Bimbim. Ridho mengaku mengidolakan Adele, sedangkan
Ivanka mengagumi Madonna.
Bagaimana dengan Kaka? Ia memilih
penyanyi dalam negeri, Endah Widiastuti. Wanita itu dikenal melalui grup
duo Endah N Rhesa. Warna musiknya hanya diperkaya akustik gitar, bass,
dan vokal. “Dia bisa bikin lagu sendiri, enak banget. Konsep dia
manggung juga bagus,” Kaka beralasan.
Rindu masa lalu
Di
tengah gelimang ketenaran yang kini Slank rasakan sebagai idola, mereka
ternyata kerap merindukan masa lalu. Saat sedang berlima, kadang mereka
memenuhi memori dengan nostalgia. Momen yang paling dirindukan Slank
adalah saat mereka masih belum menjadi siapa-siapa.
“Menjadi unknown, orang tak dikenal, itu menyenangkan,” ungkap Bimbim.
Ia teringat suatu masa dulu, saat mereka baru menelurkan satu atau dua
album. Ia dan kawan-kawan satu band-nya berlibur ke Pantai Kuta, Bali.
Seperti remaja biasa, mereka membawa gitar dan bernyanyi-nyanyi di tepi
pantai.
Saat itu, wajah mereka belum terlalu dikenal orang. Maka
itu bisa bebas bermain-main di tempat publik. Yang menyadari kehadiran
Slank, paling hanya satu atau dua orang saja. “Kalau sekarang kita jadi
topeng monyet. Belum main gitar saja sudah jadi topeng monyet,”
imbuhnya.
Hampir semua orang merekam baik wajah-wajah mereka.
Sekali muncul ke tempat publik, langsung dikejar-kejar massa. Ada yang
meminta foto, tanda tangan, atau sekitar bergerombol dan ingin menyentuh
mereka.
Ulah ekstrem penggemar
Memang, salah risiko
menjadi idola adalah terampasnya kebebasan pribadi. Apalagi idola di
dunia hiburan. Hidup para personel Slank selalu “diteror” kehadiran
penggemar dan disorot pemberitaan media. Untunglah, waktu 30 tahun telah
membuat mereka terbiasa.
Meski begitu, ada saja ulah-ulah
penggemar yang cukup ekstrem. Misalnya, masih ada penggemar wanita yang
berusaha mendekati mereka. Menyelipkan nomor telepon ke bawah pintu pun
dilakukan demi mendapat perhatian Sang Idola.
“Menanggapinya ya biasa saja, sensor sendiri-sendiri,” ujar Kaka.
Ulah penggemar ekstrem juga pernah terjadi di panggung. Salah satunya
dahulu, saat barikade pengamanan polisi belum ketat seperti sekarang.
Jarak yang sangat dekat dengan penonton membuat mereka bisa berinteraksi
langsung.
Menariknya, banyak yang berupaya naik ke atas
panggung. Itu dilakukan tak hanya oleh penggemar, tetapi juga pelaku
kriminal. “Banyak yang naik, ada juga jambret. Kita lawan, sampai
berantem. Dia lari, pernah sampai kita kejar,” cerita Kaka lagi.
Mengenang itu semua, seperti memutar kilas balik perjalanan Slank selama
30 tahun. Masing-masing personel menegaskan, mereka tidak akan pernah
berhenti bermusik. Bimbim bahkan mengklaim masih bisa main drum sampai
tiga puluh tahun lagi.
Tiap tahunnya, mereka berbagi mimpi baru
di bidang musik. “Itu yang bikin kita bersatu. Jadinya tetap selalu
bergairah,” kata Kaka. Mimpi baru itu membuat mereka bersama-sama
mengejarnya. Saling bergandengan tangan, penuh tekad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar